PENGERTIAN PSIKOLOGI ISLAM
Secara etimologi, psikologi
memiliki arti ilmu-ilmu tentang jiwa. Dalam Islam, istilah jiwa memiliki
padanan dengan kata nafs, meski ada juga yang menyamakan dengan
istilah ruh. Namun begitu, istilah nafs lebih
populer penggunaannya daripada istilah ruh. Dan dengan demikian,
psikologi dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al nafs atau ilmu
al ruh.[1]
Sedangakan
secara istilah Psikologi Islam adalah kajian islam yang berhubungan dengan
aspek-aspek dan perilaku kewajiban manusia,agar secara sadar ia dapat membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapat kebahagiaan hidup baik di dunia
maupun di akhirat.
Psikologi Islam juga disebut dengan
kajian ilmiah terhadap jiwa atau rohaniah manusia dalam perspektif ajaran islam. Dalam hal ini nilai-nilai slam menjadi
tolak ukur gambaran kejiwaan manusia yang diamati melalui tingkah lakunya.[2]
Jadi dapat disimpulkan
bahwa Psikologi Islam adalah ilmu tentang
jiwa manusia dalam pandangan
islam, yang berhubungan dengan perilaku dan tingkah laku manusia. Psikologi Islam merupakan corak
psikologi yang berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang
mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman
interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian dengan
tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.
Dalam
QS.AL-Fushilat ayat 53, dijelaskan bahwa
psikologi harus dilihat sebagai manusia untuk membuka rahasia sunatullah yang
bekerja pada diri manusia, dalam artian menemukan berbagai asas, unsur, proses,
fungsi dan fungsi mengenai kewajiban manusia.[3]
Sekalipun
psikologi islam erat kaitanya dengan agama islam, perlu dikukuhkan disini bahwa psikologi islam adalah psikologi. Dalam
psikologi islam tidak ada pembauran antara agama dan psikologi dengan fenomena-fenomena
keagamaan menjadi semata-mata proses psikologi.
Oleh
karena itu tugas Psikologi Islam harus mampu menggambarkan pengetahuan spiritual
seseorang dengan pendekatan metedologi ilmiah dan epistimologi islam. Yang
mencakup
menguraikan, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia, maka psikologi
Islam masih memiliki tugas tambahan, yaitu pengembangan psikologi Islam. Dalam
hal ini psikologi Islam harus menempatkan agama sebagai pijakan ilmu.
Dalam epistimologi islam, instrumen pengetahuan manusia ada tiga, indrawi,
rasio dan intuisi.
Sumber
pengetahuan psikologi Islam seharusnya ada empat pendekatan,yaitu pendekatan
empiris, filosofis, bayani. Sebagai contoh, melalui penelitian empiris kita dapat
mengetahui tentang kehidupan keberagamaan manusia, terkait praktik ibadah dan
aspek keagamaan lainnya, serta pengaruhnya terhadap kejiwaan manusia.
Dalam usaha pengembangan ilmu, ilmuwan Psikologi Islami dapat melakukan upaya pembandingan (komparasi)
antara psikologi modern dengan konsep-konsep yang dijabarkan dalam Al Quran, Al
Hadist, dan hasil pemikiran para ulama. Komparasi tersebut berguna untuk
mengetahui sejauh mana terjadi keserupaan (similarisasi), kesejalanan
(paralelisasi), saling melengkapi (komplementasi), saling memperkuat
(verifikasi), dan saling menyangkal (falsifikasi).
Sebagai
sebuah disiplin ilmu yang relatif baru, dan dikenal sejak zaman Plato di
Yunani, namun kajian tentang jiwa. Dalam
perkembangannya, kaitanya dengan upaya untuk membangun kesehatan mental manusia
kajian nafs. Psikologi islam dapat dipahami seperti halnya Sosiologi Islam.
Kemudina
menurut Hanna Djumhana, bahwa pisikologi
islam ini adalah sains yang memiliki persyaratan ketat sebagai sains. Yang
tetap merupakan ciri utama dari psikologi islam.
Komentar
Posting Komentar