APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?
Penistaan Agama,
Basuki Ahok, Presiden Jokowi, FPI, Habib Riziq, Demo Berepisode, dan masih
banyak lagi. Beberapa pertayaan buat kita semua: “Mengapa semuanya terjadi?”
dan “Apa yang harus kita lakukan?”
Ilustrasi demi
ilustrasi yang berkembang di berbagai media masa kini, baik media cetak dari
koran hingga majalah, maupun media elektronik baik televisi maupun blog, semuanya sama-sama sudah
membahas tentang bagaimana telah terjadi perbedaan pendapat antarulama hingga
antarpejabat Negeri ini.
Satu catatan untuk
kita semua, ketika kita merespon sikap-sikap yang telah terjadi pada media
seperti itu, kita harus sedikit menguraikan sebab-sebab terjadinya
perbedaan-perbedaan pendapat tersebut, karena kita akan terkejut apabila
mendapati bahwa ternyata perbedaan pendapat itu justru karena mereka telah
berpegang teguh pada al-Qur'an dan Hadis; kita akan takjub mendapati bahwa
perbedaan itu justru terbuka karena al-Qur'an sendiri “menyengaja” timbulnya
perbedaan itu. Kita akan temukan banyak fakta bahwa perbedaan pendapat dalam titik tertentu
merupakan suatu hal yang mustahil dihapus atau bahkan ditiadakan pada era
sekarang.
Persoalannya sekarang, bagaimana kita sebagai mahasiswa STIQ
An Nur, mahasiswa teladan,
pandai membaca al Qur’an, dan
idaman masyarakat (AMIN)
menyikapi perbedaan pendapat di antara para ulama? Kalau kita sudah tahu bahwa
keragaman pendapat ulama maupun
pejabat Negara itu juga merujuk pada al-Qur'an dan Hadis, maka jawaban
yang paling tepat adalah “silahkan anda pilih pendapat yang manapun”. Yang
lebih penting lagi, janganlah cepat berburuk sangka dengan keragaman pendapat
di kalangan ulama. Jangan sembarangan
menuduh mereka sebagai ulama dan pejabat pesanan ataupun ulama dan pejabat yang telah ditekan. Juga jangan cepat-cepat
menilai fatwa ulama salah hanya
karena fatwa tersebut berbeda dengan selera ataupun pendapat kita. Mengapa kita mengukur dalamnya sungai hanya dengan sejengkal kayu? Sayang sekali, karena seringkali kita mengukur
kedalaman ilmu seorang ulama hanya dengan sejengkal ilmu yang kita punya.
Di sisi lain, ulama pun tetap manusia biasa yang tidak lepas
dari kesalahan dan kekhilafan. Rasulullah sendiri mengakui bahwa akan ada orang
yang salah dalam berijtihad. Namun,
Rasulullah mengatakan tetap saja Allah akan memberi satu pahala bagi yang salah
dalam berijtihad dan dua pahala bagi yang benar dalam ijtihad.
Berbicara mengenai ijtihad memang
menarik. Ijtihad salah satu sumber inspirasi guna memacu Islam menyesuaikan
dirinya dengan percepatan zaman. Tanpa ijtihad sama artinya mengembalikan
kehidupan era millenium ini sesuai dengan seribu empat ratus tahun lalu.
Mungkin umat Islam perlu memikirkan unta sebagai ganti mobil dan
kereta api, selain sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan dan sesuai dengan sunnah nabi yang senantiasa hilir mudik
dengann-ya.
Yang perlu kita sadari saat ini
adalah bagaimana bisa kita saling bertengkar hanya karena berbeda pendapat yang
mana pendapat kita juga belum memiliki sandaran yang pasti dan kuat. Bagaimana bisa!
Komentar
Posting Komentar